Kampung Inggris Pare, Cerita menarik dari Mas Fahmi Ulumuddin ini wajib dibaca, Dulu bahasa inggris adalah momok bagi saya, saya beranggapan bahasanya orang munafik karena lain tulisan lain di lisan, sebab pandangan jongkok seperti itulah sedari kelas satu
MI sampai 3 Aliyah, Bahasa inggris saya bisa di bilang jeblog, nilai ulanganpun tak pernah lebih dari cukup ditambah guru guru bahasa inggris saya killer… ohhh,,, pelajaran bahas inggris menjadi sebuah siksaan bagi saya selama di dalam kelas.
MI sampai 3 Aliyah, Bahasa inggris saya bisa di bilang jeblog, nilai ulanganpun tak pernah lebih dari cukup ditambah guru guru bahasa inggris saya killer… ohhh,,, pelajaran bahas inggris menjadi sebuah siksaan bagi saya selama di dalam kelas.
Pencerahan baru datang setelah saya lulus dari jenjang menengah atas beberapa bulan yang lalu, tepatnya setelah tes di dua di perguruan tinggi negeri, hasilnya tak satupun di terima, sebabnya.. bahasa inggris saya merangkak, :) . untunglah pencerahan itu datang walaupun terlambat seperti saat ultramen sudah kalah babak belur dan lampu di dadanya berkedip kedip merah kemudian tiba-tiba semangatnya menggelora hingga mampu mengalahkan monster sebagai musuhnya. saya ingin kuliah, saya ingin meneruskan pendidikan saya, dan setiap tes mesti saja ada tes bahasa inggris. karena itu dengan sangat terpaksa saya berusaha belajar bahasa yang satu ini, tapi pada akhirnya benci saya pada bahasa ini menjadi cinta.
“di setiap benci ada cinta”
Tercium harum semerbak dedaunan yang baru saja berfotosintesis terkena pantulan mentari pagi, dari becak yang tengah berjalan lambat, aku menikmati suasana pagi hari kediri jawa timur, duduk bersama dengan temanku yang masih tak percaya kalau nyatanya kami sampai ke jawa hanya untuk mempelajari bahasa Inggris, terbesit sebuah tanya dalam hati “aneh memang dunia ini, ingin belajar bahasa inggris tapi pergi ke jawa timur?”.
Di becak ini saya dan teman melepas penat setelah 15 jam perjalanan di dalam gerbong kereta ekonomi jurusan senen-surabaya, saya berpuas diri menyelonjorkan kaki di becak ini, di dalam gerbong saya tak bisa berkutik, mau buang air kecilpun susah, karena toiletnya juga penuh sesak oleh penumpang.
Mentari mulai merangkak naik tersembul dari balik kebun tebu yang tak habis-habisnya, oh inikah jawa seperti yang mas pram ceritakan di bumi manusia, batang-batang tebu yang mengundang si hidung mancung mengalahkan raja raja tanah air, dan kini aku melihat kebun kebun itu dengan mataku, menciumi harum bekas bekas pengangkutan gula dari kota ini ke eropa.dan melalui kebun kebun itu aku tahu kalau telah sampai di tempat tujuanku, Pare si Kampung Inggris.
Saat turun dari becak, saya terkesiap melihat orang - orang berlalu lalang dengan sepeda, banyak sekali, dan sebagian besar menggunakan sepeda, dan yang lainnya berjalan. mereka semua membawa buku modul bahasa inggris. terlihat senyuman mengembang di wajah mereka, ada yang berjalan sambil mengobrol dengan bahasa di film-film hollywood. kudengar sayup-sayup seseorang berkata “what’s up bro?” saat berpapasan dengan kawannya. Aku tersenyum lebar, tak kuasa menahan hasrat untuk langsung belajar di kampung inggris ini, menjadi terkenal seantaro indonesia karena banyak lembaga kursus bahasa inggris di sini, semuanya murah meriah, berbaur dan penuh persaudaraan, tua muda, bahkan aku satu asrama dengan seorang bapak dua orang anak yang jauh-jauh dari riau untuk belajar bahasa inggris karena dalam waktu dekat ia akan ke eropa. Indahnya Pare.
Kejutan-kejutan lain datang silih berganti, belajar di pare tak seperti belajar di sekolah di sini aku hidup dalam crazy English, don’t be ashamed, just speak what do you want to. don’t give even think about grammar!!!!” hee. . saya belum berlanjut ke tingkat writing, entah benar atau tidak. di sini saya laksana bayi yang baru belajar bicara, grammar dikesampingkan, para guru berkeyakinan belajar bahasa inggris lebih efektif jika langsung bicara, praktek praktek dan praktek bicara terus di bimbing oleh tutor yang bicaranya cas cis cus, sesekali kami nonton film hollywood dengan bahasa slanknya atau mendengarkan radio BBC dengan britishnya.
Seluruh desa, adalah tempat belajar, ladang, kebun, halaman, tak hanya di dalam kelas, bahkan dalam pelajaran drama berbahasa inggris aku dan kelompokku belajar di pekuburan desa ini, hiiiii. serem. tapi itulah kenyataan, suasana seperti itulah yang membuatku jatuh cinta pada bahasa ini, sayang hanya ada dana untuk belajar satu, mencari dana tambahan tak cukup waktu. ke Bali tak tergapai, hanya sebulan saya berkesempatan mengecap metode belajar bahasa inggris yang luar biasa berbeda serta hidup di desa yang jauh dari bising kota, di desa yang bersih dari polusi, di desa Tulungrejo-Pare-Kediri - Jawa Timur. di sini juga saya bersahabat dengan teman-teman dari pelosok indonesia, sabang sampai merauke, berkumpul dan menyatu dalam cinta, walau belum mampu menggapai tes TOEFL atau IELTS yang kursus persiapannya banyak dilaksanakan di desa ini. tak apalah, di pare banih cintaku pada bahasa inggris mulai tumbuh menjadi tunas-tunah yang indah.
>>> to all my best friends I do love, do miss u ..!
Cerita menarik ini juga dapat dibaca di blog sang empuhnya http://warsimi.blogspot.com/2012/03/cintaku-tumbuh-di-pare.html