Hot Todays

Minggu, 24 April 2011

LIBURAN DI KAMPUNG INGGRIS PARE

Kampung Inggris ( Kampoeng Inggris Pare ), Ternyata memang sangat terkenal keseluruh pelosok negri ini, lihat saja samapai ada yang datang jauh-jauh hanya untuk ingin tahu seperti apa sih Kampung Inggris ( Kampoeng Inggris Pare ), Berikut ini adalah pengalamannya yang dia tulis dalam blognya saungweb.blogspot.com;  
Pare merupakan salah satu kota Kecamatan di Kediri. Ada hal menarik  yang Nyantai aja namanya juga liburan membuatnya jadi sangat terkenal ke berbagai daerah di Indonesia dengan sebutan Kampung Inggris, diawali dari rasa penasaran dan ingin tahu seperti apa suasananya, maka jelang puasa kemarin sekeluarga pergi Liburan Di Kampung Inggris Pare selama 4 hari.
Ketika sampai di Pare yg jaraknya sekitar 30 km dari kota Kediri . sambil membeli Nyantai n ngopi dulu di Tanjakan Gombel Semarangrokok kami bertanya dimana Kampung Inggris itu, pemilik toko menunjukan jalan menuju kelurahan Tulungrejo yg merupakan salah satu lokasi Kursus Bahasa Inggris tersebut. Suatu bukti bahwa nama Kampung Inggris sudah melekat di kota tersebut.
Ketika sampai sekitar pukul 06.30  kami sengaja mencari warung makan dilokasi dg tujuan mencari informasi sambil sarapan pagi dan ketika sampai didepan sebuah warung  penuh dengan remaja yang sedang sarapan kami berhenti.. melihat mobil saya leter D (Bandung) tak disangka ibu pemilik warung itu langsung menyapa kami dengan bahasa sunda “ Mangga linggih Pak,  Bu , Tabuh sabaraha ti Bandung ?? “ ( Silahkan mampir pak/bu , jam berapa dari Bandung ??) katanya.
Disapa dengan ramah seperti itu apalagi pake bahasa daerah sepertinya akrab sekali kaya ketemu sodara apalagi kami  orang baru tak punya kenalan sama sekali hanya bermodalkan info dari oom Google aja hehe… Dia menawarkan juga barang kali mau ke kamar mandi dulu.. “ silahkan aja pak/bu Sarapan Pagi Yooojangan sungkan ke rumah aja” katanya….  Kami yang baru nyampe dg menempuh perjalanan hampir 14 jam dari Jawa Barat  ke Pare – Kediri – Jatim tak menyia-nyiakan tawaran tulus tersebut..  karena memang kami belum mandi,, saat Shalat Subuh tadi pagi hanya berwudlu saja di SPBU sebelum Kediri,  kamipun ikut mandi, ganti baju dsb.. setelah itu kami berempat sarapan Lontong sayur plus beberapa kerupuk dan 2 gelas kopi panas ABC , bayarnya cuma Rp.12,000,- untuk  4 orang . Istri saya bertanya.. “ gak salah Bu ??”   “betul Bu hanya Rp.12.000,- “ Jawabnya.
Dari ibu warung yang ternyata berasal dari Cikampek - Karawang dan ikut suami yang orang sini itu serta para remaja kursusan yang sedang sarapan ini akhirnya informasipun didapat, kami tahu tempat2 kursus, programnya, serta asrama atau camp untuk para peserta kursus dll. 
Kami juga sengaja bermalam disana dg menyewa 2 kamar di rumah penduduk tarifnya murah banget cuman 25 ribu semalam, sengaja tidur dilingkungan kursusan itu karena ingin mengetahui suasana malam di Kampung Bahasa  Inggris tersebut seperti apa.
Nah inilah sedikit info yang saya dapatkan dari Liburan Di Kampung Inggris Pare jelang Puasa kemarin itu :
  1. Di Tulungrejo ini katanya ada sekitar 70 lebih tempat kursus, belum lagi di Singgahan - Pelem , konon jumlahnya hampir 150 tempat kursus terutama bahasa inggris walaupun sebenarnya ada juga bahasa Arab, Mandarin ,dan Jepang.
  2. Banyak paket yang ditawarkan misalnya untuk kursus 2 mingguan, bulanan , 3 bulan atau 6 bulan, dan yang paling banyak adalah yang 2 mingguan atau bulanan terutama pada saat liburan sekolah / kuliah. Setiap kursusan punya program unggulan. Ada yang memiliki spesialisasi di bidang percakapan (conversation), tata bahasa (grammar). speaking, vocabulary, dsb.
  3. Peserta kursus tak melihat tigkatan sekolah tapi dilihat dari kemampuannya dalam bahasa tersebut apakah masih termasuk dasar. lanjutan atau edvans , sehingga dalam setiap program misalnya speaking itu akan terdiri dari berbagai usia seperti anak saya si Denok yang masih SLTA mengambil paket Speaking dan Vocabulary selama 2 minggu pada Ramadhan ini, itu terdiri dari anak SLTP, SLTA, Mahasiswa  dan beberapa yang sudah S1.
  4. Ruangan kelas seperti Webster atau Kresna tempatnya di samping rumah berupa saung terbuka tempat lesehan, dan dihalaman rumah yaitu dibawah pohon jambu air beralaskan tanah cuman pasang kursi aja dan papan tulis/white boardnya digantung di pohon tersebut.. sangat alami, namun ada juga yg sudah punya ruangan kelas seperti Daffodils dll.Warung nasi malam hari
  5. Biaya kursus relatif murah termasuk biaya hidup, misalnya untuk paket 2 mingguan ada yang Rp, 50.000. – Rp.80.000  sudah bisa masuk setiap hari mulai dari Senin hingga Jumat. atau tergantung durasi pertemuan kelas yang diambilnya,  sedangkan makan dengan Rp. 5000,,- sudah bisa makan dengan Goreng Ayam,. Cukup murah bukan ?.
  6. Selain tempat kursus, ada juga program Asrama atau English Camp.. biayanya antara Rp.200.000 – Rp. 300.000 perbulan . Disini para siswa tinggal diasrama, ada tutor/pembingbingnya dan wajib  untuk bicara bahasa Inggris selama 24 jam. Anak saya juga ikut program ini ..selain tinggal Asrama Putri Zeal2diasrama putri lebih terjamin .. juga programnya bagus sekali.. misalnya anak itu ditest dulu untuk melihat kemampuannya.. nanti baru penempatan kamar, biasaya sekamar antara 3 – 4 orang dan ini akan dicampur antara yg belum mahir dg yang sedang dan yg sudah mahir soalnya kalau sekamar dg orang yang belum mahir semua… ya gak kan pada ngomong Inggris kan ??. Jadi saling mengisi dan membutuhkan bagi yg sudah mahir .. ini untuk memperlancar speaking.. dan bagi yg belum mahir ya untuk belajar speaking juga. Bukan hanya itu penempatanpun ternyata tidak boleh sekamar dg teman satu daerah, katanya nanti akan ngomong bahasa daerah aja. hehe.. sistem yang bagus ya..
  7. Konon kalau sedang musim liburan sekolah/kuliah, peserta kursus ini bisa puluhan ribu orang dan rumah2 disekitar itu tak mampu menampung untuk tempat tinggal para peserta kursus. Ketika kemarin saya keliling kebeberapa tempat kursus seperti Kresna, Daffodils, Acces, Webster,  Smart,  Global, dll,  Setiap lembaga ini memiliki siswa antara 200-300 orang setiap angkatan seperti anak saya ikut di Webster katanya bulan Ramadhan ini hanya menerima 11 kelas  dan tiap kelasnya 25 orang , itu berarti 275 orang untuk program 2 mingguan ini.
  8. Yang tertua dan pioner pendiri kursus pertama ini  yaitu Mr. Kalend DBEC - Pare dengan Nama kursusnya BEC (Basic English Course) dg SK Depdikbud tahun 1992. Disini programnya minimal 6 bulan dan pesertanya membludak bahkan banyak yang gak kebagian karena kelas selalu penuh. Dari sinilah kemudian para muridnya menyebar dan mendirikan kursus2 serupa dengan program masing2 dan dikenalah daerah itu menjadi Kampung Inggris Pare.
  9.  Fasilitas di sini termasuk lengkap karena dilalui kendaraan arah ke Malang, ada rumah sakit, Apotek, Mini market, Wartel, Warnet dll. serta banyak sekali sewaan speda onthel dengan tarif 40.000 – 50.000 ribu sebulan.
  10. Info lainnya lagi bahwa setiap bulan ada 2 kali masa dimulainya  kursus yaitu setiap tanggal 10 dan tanggal 25 jadi kalau mau kursus disana minimal h-2 dari tanggal tersebut sudah mendaftar seperti anak saya pada tanggal 10 Agustus 2010 ini ( h-1 Puasa) sudah mulai masuk kelas.
   Halah .. cape juga nulisnya  nih.. hehe.. Sekian aja deh info liburan jelang puasa yakni Liburan Di Kampung Inggris Pare yang berawal dari rasa penasaran dan ingin tahu seperti apa suasana dikampung Inggris tersebut..
Semoga ada manfaatnya.. Amin.

Kamis, 14 April 2011

BELAJAR BAHASA INGGRIS DI PARE

Kampung Inggris ( Kampoeng Inggris Pare ), Pare lebih di kenal sebagai tempat beradanya kampung inggris. Kampung inggris ini tepatnya berada di desa Tulungrejo, Pare, Kediri. Disini terdapat berbagai macam tempat kursus bahasa inggris, mungkin lebih dari 20 tempat. Program yang di tawarkan oleh setiap tempat kursus cukup bervariasi, antara lain grammar, speaking, pronunciation, translation, writing dan TOEFL.
Jadi sebelum memutuskan ingin memilih tempat kursus, alangkah baiknya dipilih dulu apakah grammar, speaking pronunciation, translation, writing, TOEFL yang menjadi tujuan belajar di Pare.
Tempat Kursus & Program
1. Program grammar
Ada beberapa tempat yang genrenya adalah grammar, antara lain Elfast, Smart, Kresna, Mahesa, dll. Di tempat ini kita bisa mengenal grammar dari nol. Part of speech, tenses, seven summaries alias konsep 2 kejadian, modals, clausa, comparison degree, gerund, dll.
2. Program speaking
Daffodil, Access, Webster, Ocean, Mahesa, Harvard, Marvelous, adalah beberapa tempat kursus yang menyediakan program speaking. Di kelas speaking yang biasa dilakukan antara lain diskusi, debat, presentasi, mendengarkan lagu, games, dll. Jangan kuatir bagi yang belum PD ngomong bahasa inggris karena yang penting di kelas speaking adalah berani ngomong, masalah grammar bisa diatur.
3. Program pronunciation
Program ini bisa disebut juga program senam mulut, karena yang dipelajari disini tentang bagaimana cara ngomong orang bule ngomong. Kita juga diberi tahu tentang bagaimana cara membaca kamus beserta tanda bacanya. Jadi, kalo di Pare rugi kalo tidak mengambil kelas pronunciation. Kelas pronunciation disediakan oleh Daffodil, Access, Marvelous, Smart, Ocean.
4. TOEFL
Jika ingin masuk kelas TOEFL alangkah baiknya grammar kita sudah mantap. Jadi saat di kelas kita tak lagi mengalami kesulitan tentang clausa, gerund, part of speech, dll. Di kelas TOEFL ada 3 hal penting yang dibahas yaitu structure and written, listening dan reading. Kelas TOEFL ada di Elfast, Smart, Kresna, Mahesa, dll.
Tempat Kursus
Hampir semua tempat kursus di Pare memulai perogramnya setiap tanggal 10 dan 25. Jadi jika hendak mengambil kursus disini sebaiknya datang sebelum tangggal-tanggal tersebut. Kelas yang di tawarkan ada yang per satu bulan atau per dua minggu. Ruang kelasnya tidak seperti di ELTI atau LIA, karena kebanyakan kelasnya lesehan seperti kita ngaji di TPA. Kelas pada umumnya berdurasi 90 menit. Biasanya dimulai jam 7 pagi, tapi ada juga yang memulai program jam 5.30. Tinggal pilih saja.
Biaya program sanggat bervariasi. Dari yang 20 rb sampai 150 rb per program. Ada juga tempat kursus yang menyediakan asrama (camp) bagi siswanya. Kalo dihitung-hitung termasuk murah karena selain dapat tempat tinggal, bebas biaya program kita juga tinggal di English Area.
Tempat tinggal
Ada dua pilihan untuk tinggal disini yaitu kos biasa atau asrama (camp). Kalo kos ya seperti kos pada umumnya. Camp dalam arti English Area adalah kos yang meyediakan fasilitas English Area dimana para penghuninya diwajibkan ngomong pakai bahasa inggris. Baik mau makan, di kamar mandi, nonton TV, pokoknya segala aktivitas di kos harus pakai bahasa inggris. Fasilitas lain di camp adalah program setelah subuh, biasanya menghafalkan vocabularies, sedangkan program setelah magrib biasanya debat, diskusi, nonton film, tergantung dari campnya. Bagi yang pengen speakingnya lebih lancar, tinggal di camp bisa menjadi pilihan.
Biaya hidup disini standar, sekali makan rata-rata 4 ribu rupiah (nasi+sayur+telur+ es teh). Sediakan bugjet juga untuk membeli buku, khususnya referensi dan kamus, karena buku-buku yang tersedia disini sangat membantu kita dalam belajar.
Tak perlu kuatir terisolasi dari peradaban, karena sini terdapat toko buku, warnet, rental komputer, rental komik, bioskop mini. Hanya satu yang tidak tersedia yaitu mall. Kalo ingin ke mall ya musti pergi ke kota Kediri atau ke Malang.
Jadi tak perlu bingung lagi ketika hendak memutuskan belajar bahasa inggris di Pare. Karena di Pare, di kampung inggris, adalah tempat paling kondusif untuk belajar bahasa inggris.

Senin, 04 April 2011

Hi, I am from Pare. And I speak English…

Kampoeng Inggris ( Kampung Inggris Pare ), Bila ada kisah penguasaan Bahasa Inggris bisa mengubah nasib atau karir seseorang, itu biasa. Kalau bahasa Inggris mampu mengubah wajah suatu perkampungan, itu baru di laur kebiasaan. Hal yang belakangan inilah yang terjadi di Kota Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kota kecamatan kecil yang terletak 24 kilometer timur laut dari Kota Kediri ini, selain terkenal dengan komoditas madu lebah dan sawo manila, kini memiliki beberapa desa yang dilekati predikat sebagai kampung Inggris. Bukan, bukan karena banyak bule yang berlalu-lalang di sana, melainkan karena menjamurnya tempat kursus Bahasa Inggris di wilayah ini.

Tulungrejo dan Pelem, dari dua desa inilah paling tidak sebutan kampung Inggris berasal. Di sana berderet puluhan lembaga kursus yang mengajarkan kemampuan berbahasa Inggris pada ribuan anak muda dari berbagai daerah di Indonesia. Sebut saja Basic English Course (BEC), Effective English Conversation Course (EECC), Mahesa Institute, Smart International Language College, Manggala English Zone dan sederet nama lainnya. Sebagian besar lembaga kursus ini baru berdiri empat atau lima tahun yang lalu, tetapi beberapa diantaranya telah dikenal sebagai pusat belajar bahasa Inggris sejak awal tahun 1990-an. Bahkan BEC, yang diakui sebagai pendahulu dari semua lembaga kursus yang ada di Pare, sudah berdiri sejak tahun 1977.
Meski terkenal sebagai Kampung Inggris, sebetulnya bukan hanya Bahasa Inggris saja yang ditawarkan oleh lembaga kursus di kawasan Tulungrejo dan Pelem, tetapi juga bahasa Jepang, Mandarin dan Arab. Hanya saja jumlah lembaga dan peminatnya tidak sebanyak di tempat kursus bahasa Inggris, tak heran jika wilayah ini lebih dikenal sebagai kampung Inggris ketimbang julukan lainnya.
"Yang paling awal berkembang dan diminati memang kursus Bahasa Inggris. Saat ini dari 84 lembaga di seluruh Kecamatan Pare, paling tidak 80-an persen mengajarkan Bahasa Inggris," ungkap Muhammad Kalend (61), pendiri BEC sekaligus tokoh yang berada di balik perkembangan sentra kursus bahasa Inggris di Pare.
Mister Kalend, demikian ia biasa disapa penduduk sekitar dan para siswa kursus, mendirikan BEC di akhir tahun 1970-an awalnya untuk membantu sejumlah mahasiswa yang kesulitan memahami teks-teks bahasa Inggris. Ia memperoleh kemampuan berbahasa Inggris berkat bimbingan almarhum Ustadz Yazied, pengelola Pondok Pesantren Darul Falah, Pare. Ustadz ini kondang sebagai ahli bahasa dan konon sekurangnya 8 bahasa asing dikuasainya. Kini, berkat ketelatenan Mister Kalend selama 28 tahun BEC tumbuh menjadi lembaga kursus terbesar di Pare dengan siswa mencapai 800 orang setiap enam bulannya.
Laris Tanpa IklanCitra Pare, terutama Desa Tulungrejo dan Pelem sebagai Kampung Inggris telah memikat minat banyak anak muda dari berbagai daerah di Indonesia. "Saya tahu Pare dari cerita teman saya. Katanya ada kampung Inggris di mana semua orang memakai Bahasa Inggris untuk bahasa sehari-hari. Biaya kursus pun murah-murah, ada yang hanya Rp. 15.000 sebulan. Siapa yang tidak tertarik?," kata Muttahar, peserta kursus di BEC asal Gerung, Lombok Barat. Dari cerita itu, seusai lulus dari SMA, ia bersama empat temannya memutuskan untuk mengasah kemampuan berbahasa Inggris di Pare untuk bekal mencari pekerjaan. Dalam enam bulan, ia telah lancar dan percaya diri bercakap-cakap dalam bahasa global ini.
Isyam, mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta yang mengambil kelas percakapan di REC (Rhima English Course), menyempatkan diri ke Pare untuk membuktikan cerita gurunya di SMA mengenai keefektifan sistem pengajaran bahasa Inggris di Pare. Lain halnya dengan Basyar, rekan kos Isyam, yang mengaku ikut kursus untuk membekali diri menjadi pengajar di kursus bahasa Inggris di Bantul. Karena itu ia mengambil beberapa program di tempat kursus yang berlainan. "Selain itu, kursus ini untuk persiapan ikut ujian masuk perguruan tinggi di Gadjah Mada. Saya berencana mengambil jurusan Sastra Inggris," ujarnya mantap.
Seperti halnya pengalaman Muttahar, Isyam dan Basyar, sebagian besar peserta kursus memang mengetahui kisah kampung Inggris hanya dari cerita mulut ke mulut. "Selama ini memang tidak ada tempat kursus yang memasang iklan di media massa, paling banter hanya membuat selebaran dan ditempel disekeliling kampung. Jadi informasi diperoleh dari mulut ke mulut," kata Afid, pengelola dan pengajar REC. Ia sendiri punya pengalaman berbeda yang mendorongnya untuk belajar Bahas Inggris di Pare. Bukan lantaran reputasi Pare sebagai pusat kursus Bahas Inggris, melainkan gara-gara bersua dengan serombongan gadis yang cas cis cus berbincang dalam bahasa Inggris saat di atas bis antar kota.
Kampung Inggris Julukan Kosong?Meskipun berjuluk kampung Inggris, jangan dibayangkan wajah Tulungrejo dan Pelem seperti permukiman di luar negeri atau kawasan wisata yang dijejali turis asing seperti di Sosrowijayan, Yogyakarta atau Jalan Jaksa, Jakarta. Suasana di dua desa ini lebih mirip dengan suasana kawasan di sekitar kampus perguruan tinggi. Selain warung makan yang tampak bertebaran, terlihat juga persewaan komputer dan rumah-rumah kos. Jajaran tempat kursus dengan spanduk dan papan nama aneka warna mendominasi sepanjang jalan-jalan utama, terutama di Jalan Brawijaya dan Jalan Anyelir, seakan mencoba meneguhkan julukan Kampung Inggris. Tetapi dinamika ini ditangkap dengan cara pandang lain oleh Mister Kalend.
"Meskipun sudah puluhan ribu orang belajar bahasa Inggris di sini, saya tidak setuju kalau wilayah sini disebut kampung Inggris. Soalnya, warga asli tetap masih banyak yang tidak mengenal Bahasa Inggris. Peserta kursus pun sebagian besar masih berbincang dalam Bahasa Indonesia dan bahasa daerah, termasuk ketika di tempat kursus. Jadi mana bisa disebut Kampung Inggris?", kata Mister Kalend dengan nada menggugat.
Baginya, julukan kampung Inggris baru layak disematkan jika sebagian besar orang di setiap waktu dan di semua tempat berbicara dalam bahasa Inggris. "Itu pun dengan cara ucap yang tepat, bukan Inggris Jawa, Inggris Sunda atau Inggris Madura," imbuhnya sembari tertawa. Inggris Jawa, Inggris Sunda maupun Inggris Madura adalah kelakar Mister Kalend untuk menggambarkan cara pelafalan Bahasa Inggris secara medok yang banyak dipraktekkan oleh siswa-siswa yang berbahasa ibu Bahasa Jawa, Sunda atau Madura.
Pendapat Kalend diamini oleh Afid. "Tapi kalau empat atau lima tahun lalu, saya masih setuju dengan julukan kampung Inggris," ungkap bujangan asal Tulungagung yang akrab dipanggil Mr.Qumpriet oleh para siswanya ini. Menurutnya, saat itu kondisinya lebih mendukung untuk mempraktekkan bahasa Inggris secara aktif setiap hari mulai dari lokasi kursus, warung makan sampai tempat kos.
"Waktu itu setiap tempat kos memiliki pengurus yang membuat program untuk mempraktekkan bahasa Inggris," lanjut Afid. Ia menilai etos belajar semacam itu mulai luntur, sehingga atmosfir untuk mempraktekkan bahasa Inggris kurang terjaga. Sedang mengenai julukan Kampung Inggris, senada dengan Mr. Kalend, Afid menduga alasan bisnis-lah yang melatarbelakanginya. "Bahasa Inggris di sini kan sudah menjadi komoditas, barang jualan. Jadi wajar kalau julukan kampung Inggris dijadikan seperti merek dagang oleh banyak lembaga kursus," tambahnya.
Rejeki Bagi KampungLepas dari tepat tidaknya Pare menyandang julukan Kampung Inggris, menjamurnya tempat-tempat kursus di Tulungrejo dan Pelem menjadi sumber rejeki dan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat setempat. Banyak rumah penduduk yang disewa untuk dijadikan tempat kursus, meskipun lebih banyak lagi yang dirombak menjadi tempat kos. Selain itu, bermunculan pula warung makan dan jasa pencucian pakaian yang menjadi sumber pendapatan tambahan.
Namun perkembangan ini tidak lantas membuat biaya hidup melonjak. Seperti halnya biaya kursus yang relatif murah, ongkos makan pun sama murahnya. Rata-rata sekali makan dengan menu nasi dan lauk pauk lengkap beserta minuman hanya menghabiskan Rp. 3.500. Biaya kos juga tidak seberapa mahal, berkisar antara Rp. 40.000 hingga Rp. 100.000 per bulan dengan fasilitas kamar berukuran 2 x 3 meter, alas tidur dan lemari pakaian.
Potensi ekonomi sampingan dari bisnis ini memang luarbiasa. Coba bayangkan saja berapa perputaran uang di dua desa ini apabila setiap enam bulan sekali sekurangnya 2000 orang datang bergantian dari berbagai penjuru Indonesia. Hitung saja jika masing-masing peserta kursus membelanjakan, katakanlah minimal Rp. 200.000, maka setiap bulan perputaran uang di Tulungrejo dan sekitarnya mencapai Rp. 400juta. "Padahal saat bulan-bulan liburan sekolah dan kuliah, peminat kursus bisa membludak sampai 5000-an orang," ujar Afid. Artinya, perputaran uang dalam sebulan di dua desa itu berlipat hingga Rp. 1 milyar!
Angka tersebut tentu bukan nilai yang kecil bagi penduduk yang kebanyakan berprofesi sebagai petani. Tak heran jika lima tahun belakangan ini, seiring makin populernya kawasan Tulungrejo dan Pelem sebagai sentra kursus bahasa Inggris, wajah fisik desa mengalami banyak perubahan. Jalan-jalan tanah di tengah kampung disulap menjadi jalan beraspal mulus dan rumah-rumah penduduk semakin mentereng.
Akan tetapi, di balik geliat ekonomi ini terselip juga ironi. Hampir tidak ada warga asli Pelem dan Tulungrejo yang terlibat langsung dalam pengelolaan tempat-tempat kursus, baik sebagai pengelola maupun pengajar. Banyak diantara anak mudanya yang memutuskan bekerja sebagai buruh pabrik dan profesi lain di berbagai kota, padahal peluang kerja di desanya masih terbuka lebar. "Mungkin mereka merasa gengsi, tapi saya kurang tahu kenapa? Barangkali karena tidak menguasai Bahasa Inggris," duga Mr. Kalend.
Barangkali inilah pekerjaan rumah terbesar bagi para pengelola lembaga kursus dan masyarakat Pare, yakni menjadikan kaum mudanya dengan percaya diri berkata; "Hi, I am from Pare. And I speak English."
****

Ads Todays

Ads Todays