Kampung Inggris ( Kampoeng Inggris Pare ), Pepatah bilang: “Ada gula ada semut”, kayaknya ini adalah ungkapan yang pas untuk mengkespresikan kondisi Kampung Inggris Pare sekarang. Ketika nama BEC di dusun Singgahan desa Pelem kecamatan Pare sudah melambung tinggi bak layang-layang di angkasa maka banyak orang yang ingin mengikuti jejak BEC.
Maka bermuncullah kursusan – kursusan di sekitar BEC. Mula – mula Pratama Mulia English Course yang didirikan oleh saudara Matsudi, alumni BEC, lokasi di depan agak ke Timur BEC, terus saudara Ajie Bahleuwi juga tetangga dan alumni mendirikan Liberty di sebelah Barat BEC.
Ketika pertama kali saya datang ke Pare awal tahun 1991, suasananya masih sangat sepi tapi asri, jalannya belum teraspal, rumah orang kampung, dan rumah kos belum sebanyak sekarang karena kurususan yang eksis waktu itu ya hanya BEC, Pratama Mulia, Liberty dan IEC punya saudara Fariz dari Madura bertempat di Trotoar House.
Kemudian akhir tahun 1992, awal Desember saya bergabung dengan pak Kalend mengajar di BEC sekaligus buka sendiri EECC di dusun Mulyoasri desa Tulungrejo.
Seiring dengan berjalannya waktu, serta adanya secerah harapan atau prospek lapangan pekerjaan baru di bidang kursus mengursus maka Pare semakin dikenal. Peserta kursus dari hari ke hari semakin banyak, bahkan saya sendiri merasa kuwalahan untuk menerima calon siswa baru sehingga banyak yang tertolak. Akhirnya para alumni yang bisa membaca peluang ini membuka kursusan di sekitar lingkungan kami, seperti Mahesa, Elfast, Smart dll.
Banyaknya kursusan memang membawa dampak (berkah) finansial dan kesejahteraan ekonomi lingkungan setempat bagi yang mampu memanfaatkan. Banyak orang membuka wirausaha atau bisnis baru berupa warung makanan, laundry, rumah kos, rental komputer dll.
Akan tetapi dari sisi kultur budaya ternyata membawa “musibah” tersendiri. Dengan adanya pendatang baru dari daerah lain yang membawa tradisi mereka tanpa memperdulikan tradisi setempat yang tidak seirama maka gesekan sosial maupun budaya tidak bisa dihindari. Belum lagi ditambah soal persaingan dalam “menawarkan” product atau dagangan antar kursusan?
Kompetisi memang tidak bisa dihindari, tapi yang perlu digarisbawahi adalah selama dalam batas yang sehat dan fastabiqul khoirot tetap sah – sah saja. Yang tidak perlu terjadi kalau kompetisinya sudah tidak sehat.
Banyak masyarakat yang tadinya membayangkan kalau kursus di Pare fasilitasnya hebat dan lengkap, pelayanannya bagus, sistemnya modern, dsb, tapi ketika tiba di Pare ternyata tidak sedikit yang kecewa.
Bagi masyarakat yang mau kursus di Pare monggo silakan pilih dimana saja yang sesuai dengan kemaremannya sendiri-sendiri, tapi sebelum datang ke Pare agar di check dulu lembaga tersebut biar tidak kecewa ketika tiba di Pare. Saya bicara seperti ini bukan karena apa-apa karena sering kali saya di complain masyarakat yang jauh-jauh dari luar kota datang ke Pare dengan sejumlah anak buahnya ternyata dari pihak pengelola belum siap apa-apa tapi sudah berjanji menyanggupi segala keperluannya akan disediakan tapi ternyata cuma janji-janji belaka.
Sebetulnya dilihat dari sisi legal formal kursusan di Pare masih banyak yang belum mempunyai ijin operasional, nilek, tutornya terkadang belum memenuhi kualifikasi mengajar dari sisi background pendidikan, jam terbang mengajar, serta performance dan perilakunya. Hal-hal seperti ini yang masih belum banyak diketahui oleh masyarakat.
Terlebih di musim liburan, Kampung Inggris ( Kampoeng Inggris Pare ) biasanya kebanjiran siswa – siswi yang datang dari berbagai daerah negeri ini bahkan ada juga peserta dari Malaysia. (Habis)
http://akhlisnur.blogspot.com/2010/12/dinamika-kursus-bahasa-inggris-di-pare.html
Maka bermuncullah kursusan – kursusan di sekitar BEC. Mula – mula Pratama Mulia English Course yang didirikan oleh saudara Matsudi, alumni BEC, lokasi di depan agak ke Timur BEC, terus saudara Ajie Bahleuwi juga tetangga dan alumni mendirikan Liberty di sebelah Barat BEC.
Ketika pertama kali saya datang ke Pare awal tahun 1991, suasananya masih sangat sepi tapi asri, jalannya belum teraspal, rumah orang kampung, dan rumah kos belum sebanyak sekarang karena kurususan yang eksis waktu itu ya hanya BEC, Pratama Mulia, Liberty dan IEC punya saudara Fariz dari Madura bertempat di Trotoar House.
Kemudian akhir tahun 1992, awal Desember saya bergabung dengan pak Kalend mengajar di BEC sekaligus buka sendiri EECC di dusun Mulyoasri desa Tulungrejo.
Seiring dengan berjalannya waktu, serta adanya secerah harapan atau prospek lapangan pekerjaan baru di bidang kursus mengursus maka Pare semakin dikenal. Peserta kursus dari hari ke hari semakin banyak, bahkan saya sendiri merasa kuwalahan untuk menerima calon siswa baru sehingga banyak yang tertolak. Akhirnya para alumni yang bisa membaca peluang ini membuka kursusan di sekitar lingkungan kami, seperti Mahesa, Elfast, Smart dll.
Banyaknya kursusan memang membawa dampak (berkah) finansial dan kesejahteraan ekonomi lingkungan setempat bagi yang mampu memanfaatkan. Banyak orang membuka wirausaha atau bisnis baru berupa warung makanan, laundry, rumah kos, rental komputer dll.
Akan tetapi dari sisi kultur budaya ternyata membawa “musibah” tersendiri. Dengan adanya pendatang baru dari daerah lain yang membawa tradisi mereka tanpa memperdulikan tradisi setempat yang tidak seirama maka gesekan sosial maupun budaya tidak bisa dihindari. Belum lagi ditambah soal persaingan dalam “menawarkan” product atau dagangan antar kursusan?
Kompetisi memang tidak bisa dihindari, tapi yang perlu digarisbawahi adalah selama dalam batas yang sehat dan fastabiqul khoirot tetap sah – sah saja. Yang tidak perlu terjadi kalau kompetisinya sudah tidak sehat.
Banyak masyarakat yang tadinya membayangkan kalau kursus di Pare fasilitasnya hebat dan lengkap, pelayanannya bagus, sistemnya modern, dsb, tapi ketika tiba di Pare ternyata tidak sedikit yang kecewa.
Bagi masyarakat yang mau kursus di Pare monggo silakan pilih dimana saja yang sesuai dengan kemaremannya sendiri-sendiri, tapi sebelum datang ke Pare agar di check dulu lembaga tersebut biar tidak kecewa ketika tiba di Pare. Saya bicara seperti ini bukan karena apa-apa karena sering kali saya di complain masyarakat yang jauh-jauh dari luar kota datang ke Pare dengan sejumlah anak buahnya ternyata dari pihak pengelola belum siap apa-apa tapi sudah berjanji menyanggupi segala keperluannya akan disediakan tapi ternyata cuma janji-janji belaka.
Sebetulnya dilihat dari sisi legal formal kursusan di Pare masih banyak yang belum mempunyai ijin operasional, nilek, tutornya terkadang belum memenuhi kualifikasi mengajar dari sisi background pendidikan, jam terbang mengajar, serta performance dan perilakunya. Hal-hal seperti ini yang masih belum banyak diketahui oleh masyarakat.
Terlebih di musim liburan, Kampung Inggris ( Kampoeng Inggris Pare ) biasanya kebanjiran siswa – siswi yang datang dari berbagai daerah negeri ini bahkan ada juga peserta dari Malaysia. (Habis)
http://akhlisnur.blogspot.com/2010/12/dinamika-kursus-bahasa-inggris-di-pare.html
0 komentar:
Posting Komentar